Rabu, 22 November 2017

Gelap

Berjam-jam di tengah pekat permulaan
meraba-raba apa yang kamu rasakan
kita sedang di jalan, mari sini, manisku

Aku tahu kau ada disampingku
tapi aku tahu kau bisa pergi, menghilang kapan saja
aku juga tahu kau bisa memelukku kapan saja
atau malah kau menikamku, lalu pergi lalu menghilang

Sekiranya bisa, sekali saja aku menjelma menjadi gelap, akan kulingkupi dirimu dengan keberanian.

Sekiranya bisa, sekali saja aku menjelma menjadi hujan, akan kuderasi tubuhmu dengan pelukan.*

*potonga sajak dari Artasya Sudirman

Senin, 20 November 2017

Tentang Pulang

Atala.

Bagaimana keadaanmu, Atala? Apa kabar flu mu? Semoga penyakit remeh-temeh itu tak lagi mengganggumu.

Aku disini baik-baik saja. Yang tak baik hanya rinduku.

Pagi tadi aku putuskan untuk sore ini aku pulang. Tapi, hujan menahanku untuk bertahan sementara disini. Sembari hujan, aku melamun. Bagaimana jika aku bercanda denganmu, bertukar pendapat serius dengan cara tidak serius, bercerita tentang hal-hal yang tak penting, melempar beberapa candaan garing yang entah mengapa kita tertawakan.

Petir menyadarkanku, menghancurkan lamunan-lamunan tentang kita.

Ada hal yang menurutku baru. Entah mengapa ketika aku mendengar kata:pulang, ada kamu dalam pikiranku. Tak hanya rumah, tapi kamu, Atala.

Atala, kita belum berjalan. Jangan pernah menyimpulkan hal-hal yang belum tentu terjadi. Tak apa sekali-duakali kamu mengikuti ego pemikiranmu. Tapi, kumohon, Atala, jangan. Aku tak bilang jika yang kamu pikirkan salah. Mungkin, terlalu dini.

Atala, waktu yang akan mengolah. Aku ingin mendengar kamu berbicara padaku. Bercerita tentang apapun. Apapun, Atala. Hal-hal yang menyebalkan, mengegangkan, menenangkan. Sekali lagi, apapun.

Seperti kata Cholil Mahmud:saling bercerita tak perlu memuji, tak perlu ucapkan maaf tapi saling mengerti.

Atau bahkan hanya dengan berpegangan tangan dalam sepi, sudah tau maksud isi hati. Aku tahu ini klise.

Atala, sepi itu indah, percayalah.

Tapi, memang kita tidak tahu apa-apa tentang masa depan, bukan.

Aku pulang, Atala, tapi aku tak menemukanmu di rumah.(csw)




Selasa, 07 November 2017

Kita Sama-sama Suka Hujan

Hai, Atala.

Aku hanya ingin berkabar, aku baik-baik saja. Tidak, tapi tak mungkin aku berkata aku tidak baik-baik saja di awal suratku. Itu akan menambah hal yang tidak baik, kelak.

Aku yakin kamu semakin baik dari hari kemarin.

Hari ini hujan. Kemarin malam juga. Sebuah waktu yang, mungkin, kita rindukan. Dengan cara dan hal masing-masing.

Suatu sore kala di rantau aku mengirim pesan singkat padamu, "Rumah hujan?" Tanyaku.

"Tidak. Kamu mau pulang?" Jawabmu.
"Aku hanya rindu hujan."
"Memang, hujan membawa kenangan."
"Tidak, aku rindu hujan karena disini panas, mungkin dengan hujan bisa sedikit mendinginkan."

Dan, hari ini, aku malah mengingat percakapan kita di dunia maya. Pecundang memang.

Aku masih di rumah. Dan, aku merindukanmu.

Berlebihan memang jika aku bilang kita sama-sama suka hujan. Merasa aku paling mengerti kamu.

Banyak juga orang-orang di luar sana yang suka dengan hujan.

"Hujan memang membuat rindu siapa saja yang menyukainya, tapi membuat kesal yang membencinya." Katamu.

"Hujan it anugerah," kataku, "Ada yang bilang suka hujan, tapi waktu hujan, neduh."(csw)




Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts