Sabtu, 12 November 2016

Aku Ingin Bicara

Pukul dua dini hari. Aku masih mencari-cari. Berfikir tentang apa yang sebenarnya aku sesali. Yang membuatku tak bisa melelapkan diri. 

Hari ini, aku pulang. Berangkat sudah disiapi dengan air langit. Tak henti, dari awal hingga akhir. 

Sore tadi, perasaan tak segundah ini. Berangan akan sekelumit hal yang aku sendiri tak tau pasti. Entah, aku tak bisa memilah. Rindu. Takut. Kecewa. Ingin kembali. Sesal. Kesal. 

Kemarin, perjalanan panjang dikawani hujan tak henti. Ketika sampai, kekecewaan yang aku dapati. Kecewa terhadap diri sendiri.

Sepekat ini, aku masih terjaga. Seharusnya aku sudah mengistirahati diri. Senja tadi, pulang dengan was-was. Ditemani kabut, jalan berkelok, rintik air. Tenaga menjadi sunyi. Menakuti.

Aku sempat mencoba mencari perhatian darimu saat senggang perjalanan. Tapi,yang kudapati:nihil.  Aku yakin kamu belum membaca pesanku. Sampai aku menulis ini.

Yang paling mengecewakan dari diriku:mengecewakan orang lain.

Aku sempat memberimu harapan. Tapi, dengan kebodohan ku, kuminta kembali. Dan, kamu harus membayar mahal untuk sebuah pertunjukan.

Aku tahu kamu kecewa, tapi kamu bilang tak apa.

Hal yang paling sulit diluruskan:kesalahpahaman.

Aku tau tabiat wanita. Tak berani bertanya, hanya menyangka. Lalu, membuat kesimpulan seenaknya. Yang, kamu kira, itu berdasarkan fakta. Fakta yang tak perlu dijelaskan.

Tidak. Aku perlu menjelaskan.

Untuk seseorang, yang sedang terjaga oleh mimpi yang semoga terdapat diriku kali ini. Maafkan aku, tapi aku rindu kamu pagi ini. Entah bangun nanti.


Kamu, yang sudah kukecewakan dan juga sebuah kesalahpahaman. Semoga kamu membaca. Tak seperti yang sebelumnya.

Aku ingin bicara.

(csw)

Minggu, 03 Juli 2016

Mari Belajar Bersyukur

"Aq pun bertayamum, shalatpun dengan berbaring. Puasapun berhenti krn obat hrs terkonsumsi. Ibadahpun terasa tak berarti. Gerakpun terbatasi. Itulah hr hrku menjelang idul fitri." Puisi; Mintoadi yang Terluka.

Tepat ketika saya berbuka puasa, hp saya bergetar, tak seperti biasanya. Ternyata, seorang teman mengirim sebuah screenshot percakapannya di grup line dengan seorang Guru kami. Guru yang sangat kami cintai.

Mungkin, sedikit berlebihan. Tapi memang begitu nyatanya.

Sedih rasanya ketika membaca kalimat terakhir dalam puisi beliau:Itulah hr hrku menjelang idul fitri. Mengingat beliau yang disetiap mengajar mampu membuat kami terbahak. Kini, menjelang hari kemenangan, yang seharusnya disambut dengan suka cita, beliau malah hanya bisa berbaring dengan keterbatasan tenaga.

Lebih sedih lagi ketika seharusnya saya mampu membantu, tetapi tidak tahu harus bagaimana.

Tapi, saya yakin. Kami, murid-murid bapak, tak pernah lupa disetiap ibadah mendoakan kesembuhan bapak. Bahkan mungkin, terselip nama bapak dikala doa menjelang tidur kami.

Kejadian yang menimpa beliau membuat saya sedikit berpikir. Untuk kali ini saya harus bersyukur. Bukan karena saya lebih beruntung. Tapi entah karna apa.

Dalam setiap menghadapi masalah, cobalah untuk bersyukur terlebih dahulu. Jangan melulu diawali dengan gerutuan. Gerutuan hanya menambah masalah terasa berat.

Jika kalian merasa sulit bersyukur, cara termudah adalah membandingkan keadaan kalian sekarang dengan orang yang kurang beruntung dari kalian. Ada banyak, bahkan.

Sederhana saja. Seperti yang saya alami.

Jika kalian bingung mengumpulkan berkas untuk dikirim ke universitas, ingatlah ada teman kalian yang masih bingung mencari universitas.

Jika kalian bingung mencari universitas, ingatlah ada teman kalian yang bingung untuk makan apa hari ini. Mungkin lebih dari ini, dia bingung makan apa 'keluarga'nya hari ini.

Ada teman kalian yang seumuran dan sudah menjadi penopang hidup keluarga. Pasti ada.

Jika kalian udah bosen sama pacar, ingatlah ada teman kalian yang bingung pdkt sama gebetannya.
Jika kalian bingung pdkt sama gebetan, ingatlah ada teman kalian yang nggak ngerti gebetan itu apa.


Hah. FOKUS.


Yha.

Jika kalian punya masalah, jangan biarkan setiap orang tahu. Jangan mengeluh di media social. Jangan menampakan ke-lemah-an-diri kalian kepada setiap orang.

Karena, apapun masalah kita, serumit dan sekompleks apapun, orang lain akan tetap jalan dengan hidupnya, seolah tidak memedulikan. Life must go on.

Maka, ceritalah kepada orang yang kalian percaya. Benar benar kalian percayai. Yang tidak sekedar penasaran tapi juga peduli.

Tapi, sebenarnya bersyukur tidak harus memunyai alasan perbandingan, bukan.(csw)










Kamis, 24 Maret 2016

Perasaan Dibalik Euforia



Alhamdulillah.

Menang dan  juara. Umumnya yang di rasakan adalah kebanggaan, senang, kepuasan, ah, banyak.

Tapi, yang saya rasakan sedikit berbeda. Memang saya merasakan senang, bangga. Tapi tidak berlangsung lama. Ada rasa senang di barengi dengan kecemasan, ada rasa bangga di sejajari dengan ketakutan.

Kecemasan waktu dekat, saya harus kembali ke rutinitas semula. Bukan cemas, males. Ketika saya (terpaksa) menjalani hari dengan rutinitas menjemukan dan tiba tiba ada rutinitas yang menyenangkan, bisa di nikmati, baru beberapa hari saja. Dan, saya harus kembali kerutinitas tersebut.  *wtf.

Hah.

Tapi, kecemasan saya sebenarnya.
Karena, beberapa hari lagi kami (Insya Allah) akan lulus sekolah, dan saya yakin, kami akan sulit untuk hanya sekedar main futsal bareng lagi.

Dan saya yakin kalian berfikir ini hal biasa. Hal lumrah. Kalian menganggap ini tak ada artinya tapi bagi saya ini tak ternilai harganya.

Sepertinya, setiap bangun dari tidur siang saya, saya akan selalu terduduk dan berangan-berangan: akan jadi apa saya? Karena saya yakin mereka teman setim saya akan menjadi orang hebat, entah itu dalam dunia futsal, olahraga, atau menurut jalan yang mereka ambil.

Sebenarnya, yang saya cemaskan bukan hanya sulit untuk main futsal, juga kebersamaan di luar lapangan. Yak, siapa yang mengira kalo kami sering nongkrong untuk ngobrolin hal hal yang nggak penting sampai larut. Meski hanya di trotoar jalan. Serius. Bisa sampai belasan anak, seru.

Pcct.

Tapi, ada berkah untuk teman saya. Teman saya yang beberapa kali “nggebet” anak dan nggak dapat-dapat, akhirnya ada juga yang (hampir) mau dengan dia. Moga aja anak itu sadarnya lama, biar mereka deket dulu.

Juga  buat saya, ah, kayaknya nggak sih.(csw)

Kamis, 28 Januari 2016

2015 Tahun Yang...

Yak, mungkin ini bisa di anggap review dari tahun kemarin. Mungkin agak telat, nggak, masih belum. Saya akan curhat bercerita tentang apa aja yang saya lakukin, dapetin, rasain, dan lain lain. Nggak detail, cuman apa yang paling berkesan buat saya, entah itu senang ato sedih.

Okee, langsung aja.

Mulai dari mana ya? Oh, dari sini aja.

Di tahun 2015 adalah tahun keemasan bersejarah bagi tim futsal sekolah saya, khususnya tim saya. Ada beberapa kejuaraan yang saya pesimis tapi dapat hasil yang memuaskan. Yang paling berkesan adalah ketika mampu menghantarkan Tim futsal sekolah dapet juara 2 di PRADA CUP. Yak, cuman juara 2, tapi ini sungguh jauh dari ekspetasi saya sebelumnya yang saya nggak yakin 100% bisa tembus babak 8 besar. Mungkin ini karena keberuntungan, sangat mungkin. Nggak, nggak cuman keberuntungan semata, ini juga karena kerja keras-kompak dari teman se-tim.

Bukan karna pesimis saya jadi menyerah, tapi karna pesimis itu saya berusaha lebih keras dari sebelumnnya.

Sebelum hari-h, semua temen satu tim dapet sms dari kapten, yang isinya, "pokoknya kita harus bisa berjalan tegap ketika pulang, nggak nunduk".  Nggak tau juga apa karena faktor itu juga kita bisa kompak.

Juga tim dari kakak kelas mampu meraih Juara 1 dalam kompetisi yang diadain sekolah. Ini baru pertama kali dapet juara 1 selama kurang lebih 5 tahunan penantian.

Di tahun 2015 juga saya sama rombongan sekolah pergi SKAL ke Bali. Ini pernah saya ceritain secara singkat di Sini. Pengalaman ini nggak akan pernah saya lupain, bukan karena tempatnya, karena kebersamaan nya. Kenapa? Kebersamaan nya priceless banget.

Kalo tempatnya saya bisa kesana sendirian, dan mungkin akan biasa aja. Tapi, kalo bareng sama temen pasti dimanapun tempat itu akan kerasa spesial. Bener nggak sih?

Yak, di tahun kemarin juga saya putusin untuk berhenti ngirimin surat buat Atala. Udah saya bulatin tekad untuk move on dari dia. Kenapa? baca postingan sebelumnya. Buat kalian yang tanya Atala itu nyata ato nggak, dia nyata, senyata cintaku pada, ah, baper. Tapi, kalo dia nyapa kan jadi bimbang move on nye.

Trus, saya coba untuk nyari yang lain, tapi nggak dapet.

Ah.

Tapi, tiba-tiba, di penghujung tahun, saya kenal sama seorang cewek. Eh, nggak deng, udah kenal lama, tapi baru berani chat, itu juga dia duluan, saya mah nggak berani, cupu.

Mungkin kita ceritanya sama, susah move on. Nggak tau chatting an aja ngalir gitu. Ketika saya udah putusin untuk lebih serius, tiba-tiba dia, nggak tau kemana. Bukan hilang, entah puter balik atau pindah haluan juga nggak tahu saya.

Tapi, saya belum memiliki tapi sudah merasa kehilangan.

Padahal kalo kita kehilangankan harus sesuatu yang sudah kita miliki. Tak apa lah.


Yak, intinya, nggak tau cerita saya ber inti ato nggak. Pokoknya jangan sombong, jangan merasa kita punya rencana. (csw)






Sabtu, 02 Januari 2016

Belajar Jadi Wartawan

Setiap manusia pada dasarnya memiliki sifat ingin tahu. Tapi, tidak semua manusia berani bertanya.

Yap. Wartawan.

Wartawan adalah seseorang melakukan jurnalisme atau orang yang menulis suatu berita/artikel  dan dimuat di media massa. Dalam proses mencari materi berita, wartawan sering bertemu langsung narasumber untuk menanyakan hal terkait.

Jadi, Wartawan adalah manusia yang berani bertanya.

For your information, wartawan yang baik adalah wartawan yang mengerti kesehariaan, kebiasaan, kesukaan, hobi, dan hal yang menyangkut pribadi narasumber. Apa yang patut ditanyakan dan yang tidak patut.

Menjadi wartawan tidak semudah yang kalian bayangkan. Tidak selalu lancar. Wartawan bertanya, narasumber menjawab. Tidak.

Kadang ketika wartawan bertanya terjadi kesalah pahaman dengan narasumber. Lalu, sang narasumber menjadi merasa terganggu, dan wartawan pun takut untuk menjelaskan.

Kadang ketika wartawan bertanya hanya dijawab dengan jawaban pendek. Ini kadang menjadikan wartawan enggan untuk bertanya lagi.

Tapi,
wartawan bisa menjadi sangat senang jika sang narasumber menjadi atraktif. Ketika ditanya, malah cerita panjang lebar. Lebih-lebih kalo ditanya balik.

Tapi,
akan menjadi mebingungkan apabila yang awalnya atraktif tiba-tiba, eh, bukan tiba-tiba. Lambat laun menjadi cuek. Bukan cuek sih, tapi kayak kurang tertarik dengan lawan bicara.



Hah.

Those things are similar with what mens are felling when they 'PDKT'. Seperti yang sekarang Saya rasakan.

Kalo di jawab pendek, kadang saya merasa takut kalo saya ngganggu dia.
Kalo dia awalnya atraktif terus tiba-tiba cuek, saya takut kalo ada sesuatu yang saya lakukan atau katakan yang membuat dia tidak nyaman. Tapi saya tidak tahu bagian yang mana.

Terus, saya harus gimana?

Intinya, wartawan adalah orang yang selalu bertanya dengan menanggung beban harapan sekaligus malu dengan segala konsekuensi dan sangat jarang ditanya balik

Dan, nampak nampaknya saya tidak tertarik untuk menjadi wartawan.(csw)






Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts