Aku menulis ini di sebuah warung kopi samping rumah. Di meja ada segelas kecil Espresso Shot dengan secangkir wedhang kopi Lampung dan ditemani seorang pecundang, sama seperti diriku.
***
Tentang sebuah emosi yang labil. Kamu masih sama, konsisten dengan inkonsistensi. Tiba-tiba saja bisa menghilang kapanpun, dan tiba-tiba bisa datang dengan sebuah lagu.
Tentang pengenalan dan pendekatan diri dengan Tuhan. Aku tak bisa memaksa mu untuk mengenal Tuhan dengan caraku. Aku juga tak bisa memaksamu untuk terus bersamaku, karena kamu, yang pasti, milik-Nya.
Tentang hujan dan mantel warna kuning.
Tentang cerita dan teka-teki di dalamnya.
Kucing, musikalisasi puisi, sebuah pertemuan, sebuah percakapan, perjalanan pulang, gelas reaksi, sekolah, tulisan-tulisanku, bunyi pianomu, pipi dan keningmu, suaramu, ketidak-pastian tentang masa depan.
Mencintaimu adalah rentetan penyadaran tentang menata mimpi-mimpi baru.
Kamu satu yang sekarang dan akan tetap paling kubanggakan.
***
Aku pikir, suatu saat, jika kita memang benar-benar menikah, kita akan menjadi orang tua yang biasa saja.
Menu
Popular Posts
-
Belakangan ini film superhero marak di layar lebar. Dari yang emang udah terkenal dari sononya kayak Superman sampai geng superhero...
-
Hari ini hari ketujuh ramadhan atau tepat seminggu puasa. Menurut Fadhâil Al-Asyhur Ats-Tsalâtsah yang di tulis oleh Syeikh Muhammad bin A...
-
seperti bunga dia tumbuh dari kecil hingga dewasa seperti bunga dia tidak berkompetisi dengan bunga lain melainkan seperti bunga dia mekar d...
0 komentar:
Posting Komentar