Minggu, 04 Februari 2018

Maaf

Selamat malam, Atala. Aku tak tahu kapan kamu membacanya, tapi aku mengawali surat ini dengan sapaan waktu ketika aku menulis surat ini.

Aku tak sanggup menyapamu dalam tatapan. Maaf, aku hanya berani menyapa lewat surat ini. Pengecut memang, tapi mau bagaimana lagi. Ketika kau menyapaku, lidah ku tiba-tiba kelu, otakku langsung beku, hanya seutas senyum kaku yang bisa aku suguhkan. Tak berkesan untukmu, Atala.

Atala, maaf. Aku dulu menjanjikanmu akan mengirimu surat tiap minggu. Lagi-lagi tak kutepati, bahkan aku terlambat dua bulan, Atala. Kamu berhak marah padaku, kamu berhak mencaciku.

Bahkan, jika kamu ingin, kamu bisa menodongkan pistol ke kepalaku lalu kau tembakan. Oh, kau tak perlu, aku sudah sering melakukannya.

Iya, aku sering melakukannya. Aku melakukannya ketika aku merindukanmu, ingin menyapamu melalui platform media sosial. Tapi, aku tahan. Ingin meledakkan kepalaku sendiri rasanya, Atala.

Aku ingin memberi tahu salah satu kesenanganku:pergi ke konser musik. Kamu tanya kenapa, Atala? Aku bisa berteriak sekeras yang aku mau tanpa dilihat aneh oleh orang-orang yang mendengarku. Dengan itu, aku bisa sedikit tenang tentang masalah-masalahku, termasuk menyapamu. Walaupun yang lebih sering kudapatkan adalah sakit tenggorokan sepulang dari konser musik.

Aku lagi-lagi teringat hujan, Atala. Bukan, bukan kenangan manis, aku khawatir. Aku khawatir ketika hujan kamu sedang dalam perjalanan pulang, kamu kedinginan, sendirian, di entah berantah. Hiperbolis memang, tapi aku tetap khawatir. 

Kamu ringkih, Atala.

Jika aku sanggup, aku akan hentikan hujan sejenak, menunggumu sampai rumah lalu menurunkannya kembali. Atau malah, jika aku bisa, aku ingin menjelma menjadi hujan, kuderasi tubuhmu dengan pelukan-pelukan rapat, dan menemanimu sampai rumah.

Maaf, Atala, aku tetap tak sanggup melakukannya.

Sebelum aku tutup surat ini, aku ingin menerka-nerka akan kamu apakan surat ini. Aku menebak, setelah kamu baca, kamu akan meremas surat ini dan kamu lemparkan keluar jendela, terkoyak-koyak air hujan dan luruh terbawa arusnya.

Tapi, Atala, ijinkan aku menjelma menjadi jas hujan kuningmu dan melindungimu ketika hujan. Salam. (csw)


0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts