Hi, Atala.
Kemarin, aku sudah bercerita padamu tentang kenelangsaanku akhir-akhir ini. Entahlah, aku tak tahu apa yang kamu rasakan.
Tapi, ternyata tidak sampai disitu, Atala. Kenelangsaanku belum selesai. Sudikah kamu meluangkan waktumu untuk membacai suratku?
Ahh, lancang sekali aku, Atala. Tak menanyai kabarmu di awal suratku. Malah ku todong kau dengan kabarku. Kiranya kabar mu selalu lebih baik dari aku. Kabarku? Dua baris di atas mungkin belum selesai.
Atala, akhir-akhir ini aku jarang masuk kelas. Bukan karena aku malas. Bukan. Tapi, karena buntut masalah yang sudah aku ceritakan padamu waktu lalu.
Selama aku mengurusi hal itu, aku juga harus menahan sakit di telinga ku. Iya, telingaku tak dapat mendengar. Apa? Kamu tanya apa aku tak ke dokter?
Sudah, Atala, sudah. Aku rela sehari-semalam menempuh jarak 200 km untuk mengobati telinga ku. Iya, aku pulang lalu hari itu juga aku harus balik ke surabaya. Dua kali bahkan.
Tak hanya punggungku yang lesu, ada yang lebih lesu. Hati, Atala. Iya, aku harus menahan amarahku pada dokter. Aku berobat dua kali, meninggalkan semua urusanku di surabaya, tapi tak ada perkembangan ke arah sembuh. Dua kali aku ke dokter yang sama, dua kali juga aku di beri obat yang sama, dan hasilnya nihil.
Jika saja, Atala, di tengah-tengah kepulanganku aku bisa melihatmu barang semenit dua. Semua kesal ku pasti akan menguap. Iya, Atala. Jika saja.
Dan, hari ini, Atala, aku putuskan untuk langsung ke Dokter Spesialis. Meski aku tahu aku harus mengorbankan sebagian, bukan, bukan sebagian, tapi banyak. Aku harus mengorbankan banyak uangku untuk berobat.
Kamu tanya berapa biayanya, Atala? Untuk menebus obatnya saja itu sama dengan biaya makan ku di sini selama seminggu. Iya, seminggu, Atala.
Tapi, tak apalah, itu sepadan dengan perlakuan Dokter Spesialis. Kamu tahu, Atala, telinga ku tadi di "irigasi". Aku baru tahu telinga bisa di "irigasi". Aku kira istilah itu hanya untuk pertanian. Bodohnya aku.
Tapi, apa yang menyebalkan dari semua ini. Adalah aku harus mengonsumsi obat tiga kali sehari. Itu sama saja aku harus makan tiga kali sehari. Bukan. Bukan karena aku sedang diet. Tapi, aku harus bangun pagi dan berjalan keluar untuk cari makanan sehat juga aku harus beli makan tiga kali dalam sehari yang berarti aku juga harus mengeluarkan uang lebih dari dompetku. Biasanya aku hanya makan dua kali dalam sehari, Atala.
Kamu tak usah risau masalah makan. Makanlah sesukamu, tak usah kamu pusingkan perihal pipimu yang semakin menggembung. Tak masalah bagiku, Atala.
Banyak wanita yang merasa cantik itu harus berkulit putih, rambut lurus, dan badan kurus. Tidak, Atala, iklanlah yang membuat standard seperti itu. Dan, mereka korban iklan. Aku yakin kau tidak bagian dari mereka.
Ngomong-ngomong, Atala, kamu tadi siang makan dengan siapa? (scw)
Kemarin, aku sudah bercerita padamu tentang kenelangsaanku akhir-akhir ini. Entahlah, aku tak tahu apa yang kamu rasakan.
Tapi, ternyata tidak sampai disitu, Atala. Kenelangsaanku belum selesai. Sudikah kamu meluangkan waktumu untuk membacai suratku?
Ahh, lancang sekali aku, Atala. Tak menanyai kabarmu di awal suratku. Malah ku todong kau dengan kabarku. Kiranya kabar mu selalu lebih baik dari aku. Kabarku? Dua baris di atas mungkin belum selesai.
Atala, akhir-akhir ini aku jarang masuk kelas. Bukan karena aku malas. Bukan. Tapi, karena buntut masalah yang sudah aku ceritakan padamu waktu lalu.
Selama aku mengurusi hal itu, aku juga harus menahan sakit di telinga ku. Iya, telingaku tak dapat mendengar. Apa? Kamu tanya apa aku tak ke dokter?
Sudah, Atala, sudah. Aku rela sehari-semalam menempuh jarak 200 km untuk mengobati telinga ku. Iya, aku pulang lalu hari itu juga aku harus balik ke surabaya. Dua kali bahkan.
Tak hanya punggungku yang lesu, ada yang lebih lesu. Hati, Atala. Iya, aku harus menahan amarahku pada dokter. Aku berobat dua kali, meninggalkan semua urusanku di surabaya, tapi tak ada perkembangan ke arah sembuh. Dua kali aku ke dokter yang sama, dua kali juga aku di beri obat yang sama, dan hasilnya nihil.
Jika saja, Atala, di tengah-tengah kepulanganku aku bisa melihatmu barang semenit dua. Semua kesal ku pasti akan menguap. Iya, Atala. Jika saja.
Dan, hari ini, Atala, aku putuskan untuk langsung ke Dokter Spesialis. Meski aku tahu aku harus mengorbankan sebagian, bukan, bukan sebagian, tapi banyak. Aku harus mengorbankan banyak uangku untuk berobat.
Kamu tanya berapa biayanya, Atala? Untuk menebus obatnya saja itu sama dengan biaya makan ku di sini selama seminggu. Iya, seminggu, Atala.
Tapi, tak apalah, itu sepadan dengan perlakuan Dokter Spesialis. Kamu tahu, Atala, telinga ku tadi di "irigasi". Aku baru tahu telinga bisa di "irigasi". Aku kira istilah itu hanya untuk pertanian. Bodohnya aku.
Tapi, apa yang menyebalkan dari semua ini. Adalah aku harus mengonsumsi obat tiga kali sehari. Itu sama saja aku harus makan tiga kali sehari. Bukan. Bukan karena aku sedang diet. Tapi, aku harus bangun pagi dan berjalan keluar untuk cari makanan sehat juga aku harus beli makan tiga kali dalam sehari yang berarti aku juga harus mengeluarkan uang lebih dari dompetku. Biasanya aku hanya makan dua kali dalam sehari, Atala.
Kamu tak usah risau masalah makan. Makanlah sesukamu, tak usah kamu pusingkan perihal pipimu yang semakin menggembung. Tak masalah bagiku, Atala.
Banyak wanita yang merasa cantik itu harus berkulit putih, rambut lurus, dan badan kurus. Tidak, Atala, iklanlah yang membuat standard seperti itu. Dan, mereka korban iklan. Aku yakin kau tidak bagian dari mereka.
Ngomong-ngomong, Atala, kamu tadi siang makan dengan siapa? (scw)